Senin, 24 Desember 2012

Dongeng-dongeng Malam; di Bawah Kuba Hijau



Tahun 2009 saya pernah menuliskan sebuah cita-cita untuk lulus. Karena pada waktu itu, teman-teman yang seangkatan dengan saya dan sama-sama aktif di LDF FISIP sudah beberapa orang ada yang sudah lulus, sehingga saya pun “iri” dengan mereka.

“Kok, bisa sih lulus cepat sambil beraktivitas di organisasi?!” kata-kata itu bergelut dihati.

Akhirnya saya ingin tahu rahasia kesuksesan mereka menyiapkan skripsi. Dan yang saya lakukan saat itu adalah meminta masukan, meminta do’a dan tips tentang menghilangkan kejenuhan menghadapi skripsi. Lalu saya kirimkan lewat SMS kebeberapa teman LDF FISIP yang telah lulus. Beberapa menit kemudian, mereka langsung membalas SMS saya. Jawaban dari mereka pun beragam. Ada yang mengatakan bikin kerangka strategis dulu. Ada yang memberi saran untuk membayangkan wisuda bersama kedua orangtua dan lain sebagainya. Jadi yang saya tangkap dari mereka adalah bagaimana saya bisa membuat planing, sehingga tergambar, terarah dan rasional. Ternyata kemampuan saya tak bisa mengimbangi seperti yang dilakukan teman-teman saya yang ada di LDF FISIP.

Tahun 2009 lewat sudah, karena planing yang saya buat selama dua tahun (2009-2010) tak ada yang membuat diri saya semakin optimis, karena lewat begitu saja. Sidang tak jelas kapan apalagi untuk wisuda. Akhirnya saya tak lagi percaya dengan planing kelulusan yang saya buat sendiri.


Disaat kondisi saya seperti itu, Allah mempertemukan saya dengan orang-orang super dibawah kuba hijau sehingga diri saya termotivasi kembali. Mereka adalah Arwan Winarso, Taufiq Hidayat, dan Ferry Ardiansyah.
Saya dan 3 sahabat saya tentunya berbeda dari orang pada umumnya, kalau orang lain menuliskan cita-cita mereka dengan mencatat diatas kertas. Justru kami tidak melakukan itu, Kami hanya cukup dengan mendongen menjelang tidur di bawah kuba hijau. Hampir setiap malam kami mendongeng dengan judul yang berbeda. Ya, meski kami harus melewati penundaan yang panjang, tapi kini dongeng-dongen itu satu persatu mulai menjadi kenyataan. Dan itu dialami oleh teman-teman saya.

Mei≠Mai
Alhamdulillah, segala puji hanya untuk-Mu ya Allah dengan kebesaran kehendak-Mulah saya diberikan kemampuan untuk lulus, do’a-do’a itu terhijabah sudah. Tahun 2011 bagai misteri yang tak terpikir oleh saya. Subhanallah dari skenario yang Allah berikan. Karena dari 12 nama bulan, keluar bulan Mei dan di bulan Mei lah saya mendapat Acc untuk sidang. Mei dan Mai sepertinya ada kemiripan dari dua kata itu. Kalau Mai adalah nama ibu saya, tiga huruf itu menjadi nama sapaannya dari sejak kecil hingga kini, sedangkan Mei adalah bulan sidangnya saya, diujung bulan tepatnya ditanggal 31 Mei 2011.

Ramadhan Full Barokah 
"Penundaan itu melatih kesabaran kita, karena disanalah Allah sedang menyiapkan untuk kita sesuatu yang besar yang akan Allah berikan." Demikian penggalan isi SMS yang saya terima dari sahabat saya beberapa bulan sebelum Ramadhan.  Dan penundaan itulah yang telah saya rasakan:
  1. Ketika di bulan Ramadhan tahun 2009 saya pernah berdo’a agar bisa disegerakan untuk wisuda, dan alhamdulillah terkabulkan di Bulan Ramadhan tahun 2011.
  2. Kurang lebih hampir  6 tahun saya berada di Jatinangor, alhamdulillah sekarang saya bisa meni’mati keberkahan Ramadhan bersama kedua orangtua saya, kakak dan adik saya di rumah.
  3. Saya adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara. Dan urutan dalam daftar hadir wisuda dan posisi duduk pun sama yaitu diurutan nomor 4, sungguh bertepatan sekali.
  4. Karena wisuda saya bulan Ramadhan, jadi saya menduga pasti sepi dari teman-teman yang datang. Ternyata dugaan saya sebaliknya, justru banyak teman-teman saya hadir disana sehingga melengkapi rasa kegembiraan saya. Ingin rasanya saya berucap terimakasih kepada teman-teman KAMMI, DKM FISIP, FLP Jatinangor, PERMATA (Persaudaraan Mahasiswa Tangerang), Pesma Ash-Shofwah dan teman-teman di Jurusan Antropologi 2005.

Saya tak tahu, skenario apakah selanjutnya untuk saya?





Tidak ada komentar:

Posting Komentar